'CONTENT SUNNAH'

'ARTIKEL KESEHATAN JIWA'

Kesehatan Mental Remaja

   Dalam psikologi perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup lama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria. Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini remaja sedang berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang dewasa.
   Kesulitan dan persoalan yang muncul pada fase remaja ini bukan hanya muncul pada diri remaja itu sendiri melainkan juga pada orangtua, guru dan masyarakat. Dimana dapat kita lihat seringkali terjadi pertentangan antara remaja dengan orangtua, remaja dengan guru bahkan dikalangan remaja itu sendiri.
   Mengapa hal ini bisa terjadi? Secara singkat dapat dijelaskan bahwa keberadaan remaja yang ada di antara dua persimpangan fase perkembanganlah (fase interim) yang membuat fase remaja penuh dengan kesukaran dan persoalan. Dapat dipastikan bahwa seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang terkadang dapat berakibat buruk bahkan fatal (menyebabkan kematian).(Syah, 2001)
   Namun, pada dasarnya semua kesukaran dan persoalan yang muncul pada fase perkembangan remaja ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, jika orangtua, guru dan masyarakat mampu memahami perkembangan jiwa, perkembangan kesehatan mental remaja dan mampu meningkatkan kepercayaan diri remaja.Persoalan paling signifikan yang sering dihadapi remaja sehari-hari sehingga menyulitkannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya adalah hubungan remaja dengan orang yang lebih dewasa, terutama sang ayah, dan perjuangannya secara bertahap untuk bisa membebaskan diri dari dominasi mereka pada level orang-orang dewasa.
   Seringkali orangtua mencampuri urusan-urusan pribadi anaknya yang sudah remaja dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut, “Dimana kamu semalam?”, “Dengan siapa kamu pergi?”, “Apa yang kamu tonton?” dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya ditujukan oleh orangtua adalah karena kepedulian orangtua terhadap keberadaan dan keselamatan anak remajanya. Namun ditelinga dan dipersepsi anak pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti introgasi seorang polisi terhadap seorang criminal yang berhasil ditangkap.
    Menurut pandangan para ahli psikologi keluarga atau orangtua yang baik adalah orangtua yang mampu memperkenalkan kebutuhan remaja berikut tantangan-tantangannya untuk bisa bebas kemudian membantu dan mensupportnya secara maksimal dan memberikan kesempatan serta sarana-sarana yang mengarah kepada kebebasan. Selain itu remaja juga diberi dorongan untuk memikul tanggung jawab, mengambil keputusan, dan merencanakan masa depannya. Namun, proses pemahaman ini tidak terjadi secara cepat, perlu kesabaran dan ketulusan orangtua di dalam membimbing dan mengarahkan anak remajanya.
    Selanjutnya para pakar psikologi menyarankan strategi yang paling bagus dan cocok dengan remaja adalah strategi menghormati kecenderungannya untuk bebas merdeka tanpa mengabaikan perhatian orangtua kepada mereka. Strategi ini selain dapat menciptakan iklim kepercayaan antara orangtua dan anak, dapat juga mengajarkan adaptasi atau penyesuaian diri yang sehat pada remaja. Hal ini sangat membantu perkembangan, kematangan, dan keseimbangan jiwa remaja. (Mahfuzh, 2001)
    Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi selama masa remaja tidak selalu dapat tertangani secara baik. Pada fase ini di satu sisi remaja masih menunjukkan sifat kekanak-kanakan, namun di sisi lain dituntut untuk bersikap dewasa oleh lingkungannya. Sejalan dengan perkembangan sosialnya, mereka lebih konformitas pada kelompoknya dan mulai melepaskan diri dari ikatan dan kebergantungan kepada orangtuanya, dan sering menunjukkan sikap menantang otoritas orangtuanya.
    Remaja yang salah penyesuaian dirinya terkadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak realistis, bahkan cenderung melarikan diri dari tanggung jawabnya. Perilaku mengalihkan masalah yang dihadapi dengan mengkonsumsi minuman beralkohol banyak dilakukan oleh kelompok remaja, bahkan sampai mencapai tingkat ketergantungan penyalahgunaan obat terlarang dan zat adiktif.
   Berkaitan dengan pelepasan tangung jawab, dikalangan remaja juga sering dijumpai banyak usaha untuk bunuh diri. di Negara-negara maju, seperti Amerika, Jepang, Selandia Baru, masalah bunuh diri dikalangan remaja berada pada tingkat yang memprihatinkan. Sedangkan dinegara berkembang seperti Indonesia, perilaku tidak sehat remaja yang beresiko kecelakaan juga banyak dilakukan remaja, seperti berkendaraan secara ugal-ugalan. Hal lain yang menjadi persoalan penting dikalangan remaja disemua negara adalah, meningkatnya angka delinkuensi. Perilaku tersebut misalnya keterlibatan remaja dalam perkelahian antar sesame, kabur dari rumah, melakukan tindakan kekerasan, dan berbagai pelanggaran hukum, adalah umum dilakukan oleh remaja.
    Kesehatan mental masyarakat pada dasarnya tercermin dari segi-segi kesehatan mental remaja. Makin tinggi angka delikuensi, bunuh diri remaja, penggunaan obat dan ketergantungan pada zat adiktif, berarti kesehatan mental masyarakat makin rendah.Usaha bimbingan kesehatan mental sangat penting dilakukan dikalangan remaja, dalam bentuk program-program khusus, seperti peningkatan kesadaran terhadap kesehatan mental, penyuluhan tentang kehidupan berumah tangga, hidup secara sehat dan pencegahan penggunaan zat-zat adiktif, serta penyuluhan tentang pencegahan terhadap HIV/AIDS, dan sejenisnya.
    Program kesehatan mental remaja ini dapat dilakukan melalui institusi-institusi formal remaja, seperti sekolah, dan dapat pula melalui intervensi-intervensi lain seperti program-program kemasyarakatan, atau program-program yang dibuat khusus untuk kelompok remaja.


**PA

Kesehatan Jiwa (Mental Health) di Kehidupan Modern

Kusumanto Setyonegoro Ketua Yayasan Kesehatan Jiwa Dharmawangsa Guru Besar Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta  

  • PENDAHULUAN
    • Dengan kemajuan zaman, problem-problem pribadi dan sosial dalam kehidupan manusia bukannya berkurang, tetapi sebaliknya, bahkan bertambah sehingga mengganggunya untuk mencapai kebahagiaan hidup yang diidam-idamkan. Perang (dalam maupun luar negeri), pergolakan ekonomi (inflasi, dan sebagainya) perilaku anti sosial (perampokan, penganiayaan, perkosaan, dan sebagainya), ketidak- serasian penerapan hukum dan peraturan, hidup berkeluarga yang bermasalah (percekcokan, perceraian, kekerasan dalam keluarga, hidup bersama tanpa nikah, dan sejenisnya) semuanya menambah disilusi (kekecewaan yang mendalam), kesulitan atau ketidakmampuan untuk menegakkan nilai-nilai sosial kultural dan melaksanakan program yang berorientasi filsafat sosial, semuanya secara bertumpuk-tumpuk memicu konflik dan stres ( ketegangan yang tidak pernah reda secara spontan). Situasi seperti itu mengakibatkan kondisi maladjustment (keadaan ketidaksesuaian diri dengan lingkungan), yang dinyatakan secara jasmaniah (seperti kondisi sakit atau kurang sehat hingga terpaksa tidak masuk bekerja atau bekerja tidak efektif ) atau melahirkan perilaku menyimpang; kepribadian yang "agak aneh" hingga kurang diterima oleh lingkungan karena dinilai "kurang wajar".
    • Dapat disaksikan orang-orang yang "pusing","bingung" dan "bengong" menghadapi situasi yang menegangkan. Banyak di antara mereka jelas menyatakan dirinya tidak berbahagia, terpaksa hidup terus walaupun tidak melihat masa depan yang cerah; mereka kehilangan kekuatan mental emosionalnya untuk hidup tenteram, damai dan sejahtera cukup banyak orang yang mengalami dan memperlihatkan penyesuaian diri secara pribadi maupun sosial yang "kurang pantas" dan "kurang berkenan" terhadap orang lain. Mereka yang tergolong berkelakuan tidak efisien atau "kurang wajar" tersebut, mungkin tidak perlu dirawat, tetapi jelas memerlukan bim- bingan mental sehingga dapat dikembalikan ke garis kehidupan yang "lebih normal" dalam waktu yang sesingkat -singkatnya.
    • MASALAH-MASALAH YANG MENGHAMBAT PENYESUAIAN DIRI. Perilaku tidak hanya tergantung pada dorongan motivasi diri, banyak hambatan dan halangan di sekitar kita baik yang eksternal (luar diri kita) maupun internal (dalam diri kita). Jika suatu dorongan atau keinginan manusia dihambat atau dihalangi, akan timbul stres. Stres dapat dianggap sebagai suatu keharusan untuk menyesuaikan diri, yang dibebankan pada individu. Keadaan, yang merupakan kekuatan atau keharusan untuk menyesuaikan diri, dianggap sebagai stressor yang dapat bersifat internal atau eksternal; biasanya tidak hanya satu stressor saja yang membebani individu tetapi beberapa stressor sekaligus. 
    •  JENIS - JENIS STRESSOR. Ada dua jenis stressor yang diketahui, yaitu stressor biologik dan stressor psikologik, tetapi kebanyakan bersifat psiko-biologik. Infeksi dapat dianggap stressor biologik yang mengharuskan sistem pertahanan jasmani orang itu me- nangkalnya. Sama halnya dengan rasa berdosa atau rasa bersalah, yang merupakan stressor psikologik; stressor demikian meng- haruskan sistem "Diri-Aku" ( Ego system ) melakukan per- tahanan (defense) agar dapat berfungsi seimbang (normal) lagi. Jika tidak berhasil, maka individu itu akan mengalami kegoncangan mental. Stres dapat berpengaruh baik pada indi- vidu secara tersendiri, maupun pada sejumlah individu secara kelompok, umpamanya stres ekonomi atau stres bencana alam (tsunami, gunung meletus, banjir dan sebagainya) membebani baik individu maupun kelompok secara cukup berat. 
      • Cermin Dunia Kedokteran No. 149, 2005 5
    •  SUMBER-SUMBER STRESSOR
      1. Frustrasi Eksternal (Frustrasi = kekecewaan yang mendalam). Hal ini terjadi bila alam bergolak sangat berat: badai, kebakaran, gempa bumi, tsunami, kecelakaan beruntun, ter- utama sekali bila disertai kematian mereka yang sangat dicintai dan dekat dengan yang bersangkutan. Halangan atau stres eksternal yang hebat di antaranya perang (atau perang saudara), depresi ekonomi (inflasi, dan sebagainya) per- saingan yang terlalu tajam atau ketat, perubahan zaman (umpama dari situasi rural ke urban) yang terlalu cepat, ketidakstabilan hukum dan keamanan, semuanya meng- akibatkan frustrasi. Juga dapat berupa perlakuan hukum tertentu karena dianggap melanggar UU atau Peraturan Negara. Penyimpang- an seperti pencurian, korupsi, agresi terhadap orang lain, dan sebagainya, semuanya dapat rnengakibatkan hukuman (yang lebih lanjut mengakibatkan kehilangan status sosial, kehilang- an pekerjaan, masuk penjara, dan sebagainya), yang semuanya mencetuskan frustrasi yang sangat mendalam. Juga ketidak berhasilan memenuhi tugas pekerjaan, pendidikan dan lain-lain dapat mengakibatkan frustrasi.
      2. Frustrasi Internal Berbagai keterbatasan pribadi juga menimbulkan frustrasi: kendala fisik (physical handicaps), kurangnya inteligensi dan konsentrasi, persaingan daya tarik, dan sebagainya dapat mengurangi keberhasilan dan mengakibatkan frustrasi. Sejumlah frustrasi berasal dari hambatan psikologik karena pertimbangan etika (atau susila kepantasan) dan realitas, misalnya masalah perkawinan. Bila halangan atau pertimbangan etika dikesampingkan, mungkin timbul rasa dosa dan rasa salah diri yang berkepanjangan. Sering kali manusia melakukan hal-hal yang ia sendiri mungkin tidak mem- benarkan, sehingga menimbulkan rasa tidak senang dan frustrasi.
    • POLA STRES SELALU MERUPAKAN MASALAH PRIBADI. Tiap individu mempunyai pola tertentu penyesuaian diri yang sangat unik (khas). Usia, jenis kelamin, kedudukan atau jabatan, status ekonomi dan hal-hal lain yang terikat pada pribadinya, semuanya turut menentukan. Seorang anak akan menghadapi suatu stres dengan pola yang berlainan dari seorang dewasa. Seorang pejabat memiliki pola penang- gulangan stres yang berlainan dengan seorang tukang batu. Ditambah pula, pola penyesuaian itu dapat berubah selama perjalanan waktu. Peristiwa dalam kehidupan seperti kerugian finansiil, kecelakaan besar, kematian dalam keluarga dekat, semuanya mampu mengubah pola stres ditambah dengan faktor usia, tujuan-tujuan jangka panjang manusia dapat turut mengubah pola tersebut. Tetapi, yang paling penting ialah bagaimana manusia itu sendiri menilai pola stresnya dan evaluasinya. Perlu diper- timbangkan, bahwa situasi eksternal yang dialami dan dianggap penting oleh seseorang bagi yang lain mungkin tidak ada pengaruhnya sama sekali.
    • BERAT STRES Sama halnya dengan beban yang diletakkan di sebuah jembatan, begitu pula dengan beban stres pada seseorang; makin lama stres berlangsung, makin berat stres tersebut dirasakan. Jumlah stres yang berurutan yang dialami seseorang, juga menentukan beratnya stres. Bila seseorang sekaligus mengalami peristiwa kehilangan pekerjaan, serangan jantung, dan ditinggal istri, maka jelas stres yang dialaminya lebih berat, dibandingkan dengan jika peristiwa-peristiwa itu tidak terjadi bersamaan. Efek kumulatif stres dapat menyebabkan seseorang sekonyong-konyong dapat "meledak pecah" sesudah terjadinya suatu stres yang (secara sepintas) mungkin ringan saja. Harus difahami bahwa individu dalam memandang suatu situasi tidak hanya mengenai faktanya saja, tetapi juga bagaimana dia menilai situasi vang baru itu berdasarkan kemampuan diri untuk mengatasinva. Hal-hal tersebut sangat penting untuk memahami kondisi sakit jiwa (mental illness).
    • REAKSI HOLISTIK (=MENYELURUH) MANUSIA DI BIDANG KESEHATAN JIWA Pada dasarnya, reaksi manusia terhadap stres pada dasar- nya bersifat menyerang (attack), menarik diri (withdrawal) atau kesepakatan berdamai (compromise). Masing-masing reaksi itu dapat terjadi secara terbuka (overt) atau tersamar (covert). Individu dapat menurunkan taraf aspirasinya (hasrat atau cita-cita) saat menghadapi kegagalan, atau meningkatkan upayanya untuk mencapai tujuan. Segala reaksi tersebut adalah upaya untuk mengimbangi problem se- demikian rupa sehingga dapat mencapai atau memper- tahankan suatu keseimbangan psikobiososial untuk me- menuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya .
    • REAKSI PENYESUAIAN DIRI (ADAPTIF) SECARA LANGSUNG. Sikap menyerang (attack), menarik diri (withdrawal) dan sepakat berdamai (compromise) merupakan tindakan- tindakan yang dapat dianggap langsung (direct) untuk menghadapi stres, dengan berbuat sesuatu sehingga situasi aslinya dapat di "lunak"kan (modify) atau di "ubah" (change). Reaksi menyerang (attack), reaksi agresi (mendobrak atau menyerang) atau reaksi bermusuhan (hostile) dimaksud untuk menghapus atau mengatasi halangan mencapai kepuasan. Banyak organisme bertindak agresif saat menjumpai halangan; yang paling sering ialah tindakan memperkuat emosi yang menjelma menjadi sikap permusuhan. Tetapi. hanya sejumlah kecil situasi stres saja yang dapat diatasi dengan cara demikian. Jika serangan langsung tidak berhasil, dan frustrasi tetap berlangsung, maka frustrasi, rasa tidak senang dan rasa sakit hati dapat dihubungkan dengan berbagai pribadi atau objek tertentu. Mereka itu kemudian dapat dijadikan sasaran dan sebab dari frustrasi dan blokade yang dialaminya. Dengan demikian, maka reaksi agresif (yang semula hanya bersifat aktivitas yang bertambah dan serangan langsung) kemudian diperkuat menjadi rasa benci. Sikap yang semula hanya berupa keinginan menyerang dapat ditambah dengan kecenderungan merusak (destroy). Jika individu merasa diperlakukan tidak adil, tidak disukai, atau tidak diberi kesempatan maju seperti orang lain (yang dianggap sama dengan dia), maka ia dapat menaikkan tegangan permusuhan, yang kemudian menjadi perilaku delinquent (melawan hukum). Pencurian, perampokan, perusakan, pembakaran, perilaku seksual yang melawan hukum, dan penyerangan fisik terhadap orang-orang tertentu seringkali merupakan pola perilaku pembangkang (defiant behavior).
      • Cermin Dunia Kedokteran No. 149, 2005 6
    • REAKSI PENYESUAIAN DIRI SECARA TIDAK LANGSUNG Jika individu tidak melakukan reaksi penyesuaian secara langsung, maka ia akan menempuh jalan tidak langsung. Ia dapat melarikan diri (flight) atau menarik diri (withdrawal) atau mengurung diri dalam kondisi ketakutan (fear atau anxiety). Dalam kondisi itu, individu akan berkurang efektivitas dan efisiensi hidupnya, banyak upaya dan pekerjaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan, seolah-olah sia-sia belaka. Individu tersebut makin lama makin hidup dalam dunia fantasinya dan jika tidak ditangani secara profesional dapat terjerumus dalam keadaan sakit jiwa (mental illness). Pada umumnya individu yang terganggu kesehatan jiwanya terbagi dalam : 1. Pasien-pasien dengan jiwa yang relatif sehat (dapat bekerja dan berusaha seperti biasa) tetapi mengalami berbagai problem hidup yang kadang-kadang memerlukan orang lain (suami, isteri atau orang tua/saudara) untuk mencapai penyelesaian (solusi) yang sebaik-baiknya. Mereka dapat meminta nasihat (counseling) pada seorang profesional: psikiater, psychologist, educator, social worker, certified nurse dan profesional lain. Dianjurkan tidak menghubungi ahli nujum, dukun magician, dan sejenis karena penge- tahuannya tidak didasarkan atas asas-asas ilmiah modern. 2. Pasien neurosis khronis, psikosomatis khronis dan pasien neuropsikiatrik perlu diobati oleh psikiater atau dokter nonpsikiater yang berpengalaman. 3. Pasien dengan kondisi mendesak, atau tak terkendali. Sering mengeluh konsentrasi menurun, fokus pikiran kabur, mendengar bisikan suara (halusinasi) dan pikiran-pikiran curiga dan bersifat mengejek atau menganggap dirinya "jahat" (paranoid) dianjurkan segera berkonsultasi dengan psikiater. 
    • BAGAIMANA SEBAIKNYA MENGHADAPI PASIEN DENGAN KELUHAN KESEHATAN JIWA YANG TERGANGGU ( baik anak,remaja,dewasa,usia lanjut / lansia )
      • STRESS RELATIF RINGAN Pasien (dengan kesehatan jiwa yang relatif sehat), dapat bekerja dan berusaha seperti biasa, tetapi mengalami problem hidup dan penghidupan (problems of life and living). Mereka dapat menyelesaikan problem itu sendiri atau dengan orang lain yang dekat dengannya untuk mencapai solusi. Mereka dapat meminta nasihat counsellor.
      • STRESS SEDANG PSIKOSOMATIK - NEUROSIS Pasien-pasien dengan problem hidup dan kehidupan mendesak, memerlukan segera konseling pada ahli yang terlatih secara ilmiah: clinical psychologist, professional mental health nurse,social worker, dan ahli sosial lain. Sering mereka langsung minta bantuan atau pertolongan psikiater (swasta atau pemerintah) sesuai dengan keinginannya sendiri, · counsellor non-psikiater tidak pernah memberi obat · counsellor psikiater dapat meresepkan obat
      • STRESS BERAT (Psikosis) Pasien dengan kondisi mendesak, atau "tak terkendali" sering mengeluh konsentrasi menurun , fokus pikiran kabur, mendengar bisikan (halusinasi) dan pikiran-pikiran kecurigaan atau menganggap dirinya "jahat" (paranoid). Sering mereka sedang atau sudah berobat ke dokter atau rumah sakit lain. Mereka ini dianjurkan segera berkonsultasi dengan psikiater dan dirawat. 
      • Cermin Dunia Kedokteran No. 149, 2005 7


Sumber : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_149_KesehatanJiwadalamkehidupanmodern.pdf/05_149_KesehatanJiwadalamkehidupanmodern.html
 **PA